Tujuh Geoheritage Sleman, Lokomotif Geopark Jogja
Forum Warisan Geologi Kabupaten Sleman sukses menyelenggarakan kegiatan lokakarya dengan tema “Konsolidasi Pengelolaan Geoheritage Sleman dalam rangka Penetapan Geopark Jogja” pada Rabu (18/10) di The Rich Jogja Hotel. Kegiatan Lokakarya merupakan bagian dari upaya fasilitasi forum warisan geologi (Geoheritage) Kabupaten Sleman dalam rangka pengelolaan Geopark Jogja yang berkelanjutan. Kegiatan Lokakarya dimulai dengan laporan penyelenggaraan kegiatan Forum Warisan Geologi oleh Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kabupaten Sleman, Dona Saputra Ginting, selaku Ketua Sekretariat Forum Warisan Geologi Kabupaten Sleman. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Bappeda Kabupaten Sleman, Dwi Anta Sudibya, selaku Ketua Forum Warisan Geologi Kabupaten Sleman. “Terimakasih atas support Paniradya Kaistimewan Yogyakarta melalui Dana Keistimewaan yang dialokasikan untuk kegiatan fasilitasi Forum Warisan Geologi Kabupaten Sleman. Kami berharap pengelolaan Geopark Jogja melalui pilar konservasi, edukasi, dan kesejahteraan masyarakat dapat terlaksana secara terpadu dan berkelanjutan. Selanjutnya, diharapkan Geopark Jogja sebagai Geopark Nasional dapat segera ditetapkan dan dapat menjadi UNESCO Global Geopark secara bertahap,” ujarnya.
Kegiatan Lokakarya menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Dihin Nabrijanto selaku General Manager Geopark Jogja, C. Prasetyadi selaku Tenaga Ahli UPN, dan Kholiq Widiyanto selaku Ketua Pokdarwis Lowo Ijo Pengelola Tebing Breksi. Ketiga narasumber memberikan materi sekaligus memantik diskusi kegiatan lokakarya.
Narasumber pertama, Dihin, menyampaikan terkait kebijakan pengelolaan Geoheritage (Geosite dan Geoproduk) dalam rangka Penetapan Geopark Jogja. Dalam paparannya, Dihin menyampaikan bahwa kebijakan pengelolaan Geopark Jogja berpedoman pada Peraturan Gubernur DIY No. 71 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Taman Bumi (Geopark) di DIY. Adapun terkait pengelolaan dan pengembangan Geoheritage dan Geopark mengacu pada lima faktor, yaitu cara pandang terhadap potensi daerah, proses panjang yang harus dilalui, kolaborasi, harmonisasi kebijakan, dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Menyambung materi terkait kebijakan pengelolaan Geoheritage dari GM Geopark Jogja, C. Prasetyadi selaku narasumber kedua membahas mengenai keistimewaan Geopark Jogja yang membentang dari Gunung Merapi di Utara hingga Gumuk Pasir Parangtritis di Selatan. Dalam paparannya, C. Prasetyadi menyampaikan bahwa Sleman beruntung memiliki Merapi. “Geoheritage Sleman memiliki tujuh (7) Geosite dari total 15 Geosite yang ada di Geopark Jogja. Tidak salah rasanya jika kita sebut Geoheritage Sleman sebagai lokomotif dari Geopark Jogja. Terlebih lagi keberadaan Gunung Merapi di Sleman sebagai unsur penting dalam Geopark Jogja,” ungkap C. Prasetyadi.
Narasumber ketiga, Kholiq, menyampaikan gambaran dari sisi teknis pengelolaan Geosite di lapangan. Kholiq, salah satu mantan penambang yang saat ini menjadi Ketua Pengelola Geowisata Tebing Breksi, menceritakan perjuangan masyarakat Sambirejo yang sudah menambang batu sejak tahun 1980 namun harus berhenti sejak Mei 2015 karena kawasan penambangan Tebing Breksi beralihfungsi menjadi objek geowisata. Pengelolaan Tebing Breksi tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik dari pemerintah maupun swasta. Meskipun kunjungan sempat anjlok tahun 2019-2021 karena adanya COVID, Tebing Breksi berhasil bangkit kembali. Peran masyarakat sebagai pengelola merupakan salah satu kunci keberhasilan Tebing Breksi.
Kegiatan lokakarya dilanjutkan dengan kegiatan diskusi interaktif bersama peserta. Pada sesi ini peserta dapat menyampaikan pertanyaan, tanggapan maupun isu permasalahan dalam pengelolaan Geosite/Geoproduk di Sleman. Arya, warga masyarakat Sidoluhur selaku pengelola Geosite Perbukitan Intrusi Godean menyampaikan harapan agar keberhasilan Tebing Breksi dalam mengelola geowisata dapat direplikasi oleh masyarakat Sidoluhur untuk mengembangkan potensi wisatanya. Masyarakat Sidoluhur memiliki latar belakang pekerjaan sebagai pengrajin genteng, hampir sama dengan masyarakat Sambirejo yang awalnya merupakan penambang batu. Selain Arya, Rini selaku pengelola geoproduk salak pondoh di Kaliurang juga menunjukkan hasil olahan terbaru salak pondoh, yaitu kopi biji salak. Sehingga tidak hanya dagingnya, biji salak pun dapat diolah menjadi produk yang dapat dikonsumsi (***REL/Forum Warisan Geologi Kab. Sleman).
Sumber : Klik Disini