By Dihin Nabrijanto (General Manager Geopark Jogja) - Sesanti Hamemayu hayuning bawana diyakini telah ada sejak lahirnya Negari Ngayogyakarta Hadiningrat, bahkan konon Sejak Jaman Sultan Agung bertahta di kerajaan Mataram telah ada bersama dengan falsafah Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi. Makna yang lebih dalam dari falsafah Hamemayu Hayuning Bawana ini adalah sikap dan perilaku manusia yang yang selalu menjaga keseimbangan, keserasian, harmoni dan keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan seru sekalian Alam, hubungan manusia dengan manusia, serta hubungan manusia dengan alam dalam melaksanakan hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna menjaga Bawana atau dunia ini tetap Hayu yang bermakna indah dan Rahayu yang bermakna lestari. Salah satu tugas manusia di dunia ini harus berfungsi sebagai rahmatan lil alamin.( (Dewan Kebudayaan DIY dan Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya, Dinas Kebudayaan DIY, 2012)
Hamemayu Hayuning Bawana menjadi inspirasi Pangeran Mangkubumi membangun Yogyakarta mulai dari area kraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan hingga seluruh Wilayah Ngayogyakarta hadiningrat. Hamemayu Hayuning Bawono berarti membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Sesanti tersebut diejawantahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan membuat konsep koridor Gunung Merapi dan Laut Selatan yang dikenal sebagai sumbu imajiner. Lokasi pembangunan kraton sebagai pusat pemerintahan juga dipilih dekat dengan sumber mata air Umbul Pacethokan. Kontur tanah wilayah bangunan keraton lebih tinggi, seperti di atas punggung kura-kura, dengan diapit oleh 6 sungai, 3 di timur, dan 3 di barat, sehingga bebas dari banjir.
Hamemayu Hayuning Bawono, inspirasi Pangeran Mangkubumi untuk membangun Yogyakarta beserta alam dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya bermakna menjaga Bawana atau bumi Jogja ini tetap Hayu yang bermakna indah dan Rahayu yang bermakna lestari seolah akan menjadikan Yogyakarta menjadi sebuah taman yang indah dan cantik yang harus selalu dijaga dan dipelihara, visi ini telah ada jauh sebelum program Unesco Global Geopark lahir, jauh sebelum Taman Bumi/Geopark Jogja digagas sebagai upaya memelihara dan mempercantik bumi Yogyakarta yang kedepannya dapat menjadi semakin cantik dan dapat menyejahterakan masyarakat yang hidup diatasnya.
Sri Sultan Hamengku Buwono X, di dalam International Symposium on Javanese Culture 2023 mengatakan bahwa tidak ada rumusan yang bisa dipahami secara utuh mengenai konsep hamemayu hayuning bawono. Meskipun di buku Sultan Agung, Sastra Gending kalimat filosofi tersebut ada. Menerjemahkan hamemayu hayuning bawono menurut Ngarso dalem Pertama, keselamatan alam ciptaanNya bisa dijaga dan selamat hanya tergantung kepada kebijaksaan manusia sendiri. Kedua adalah sifat-sifat isi keutamaan manusia atau sifat seorang kesatria dengan didasari keikhlasan yang memungkinkan bangsa dan negara ini tetap utuh. Ketiga keselamatan manusia itu hanya dimungkinkan karena rasa kemanusiaannya,”
Taman Bumi (Geopark)
Taman adalah sebuah tempat yang terencana atau sengaja direncanakan dibuat oleh manusia, biasanya di luar ruangan, di buat untuk menampilkan keindahan dari berbagai tanaman dan bentuk alami. Kata “taman” menurut Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diantaranya adalah : 1. sebuah kebun yang ditanami aneka bunga; 2. tempat yang menyenangkan untuk bersenang-senang.
Taman Bumi/Geopark menurut definisi dari Unesco adalah “unified geographical areas where sites and landscapes of international geological significance are managed with a holistic concept of protection, education and sustainable development” (wilayah geografis yang terintegrasi dimana situs dan lanskap dengan signifikansi geologis internasional dikelola dengan konsep holistik perlindungan, pendidikan dan pembangunan berkelanjutan)
Inisiasi menjadikan Jogja sebagai Taman bumi/Geopark merupakan bagian dari membuat Yogyakarta yang indah dan istimewa menjadi lebih indah dan lebih istimewa untuk mewujudkan “hamemayu hayuning bawono”, cita dan asa menjadikan bumi Jogja semakin memayu, indah dan nyaman untuk ditempati, tentunya harus timbul dari kita sendiri yang tinggal dan bermukim di jogja tercinta, Rahayuning Bawono Kapurba Waskitaning Manungso. Warisan bumi atau warisan geologi yang dianugerahkan yang maha kuasa kepada kita harus menjadi aset masyarakat Jogja yang dapat dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan edukasi, konservasi dan pemberdayaan kesejahteraan masyarakat Jogja.
Geopark Jogja yang tengah dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi sebaran pendukung komponen Geopark berupa Geodiversity, Biodiversity dan Cultural Diversity yang tersebar di wilayah Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul, serta Kota Yogyakarta bukanlah merupakan sebuah gagasan instan tanpa proses panjang, bersama Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul, bersama UPN Veteran Yogyakarta bersinergi nguri-uri (melestarikan) Geoheritage sejak tahun 2013.
Unsur utama dari Geopark Jogja adalah 15 dari 20 warisan geologi/Geoheritage yang telah ditetapkan berdasarkan SK ESDM Nomor 13 K/HK.01/2021, Geosite Geopark Jogja tersebar di Kabupaten Bantul dengan Geosite-nya Gumuk Pasir, Lava Purba Mangunan dan Sesar Opak Bukit Mengger; Kabupaten Sleman Geosite Tebing Breksi, Lava Bantal Berbah, Volcano Park Bakalan, Rayapan Tanah Ngelepen, Merapi Turgo Plawangan dan Batu Gamping Eosen; di Kabupaten Kulon Progo dengan geositenya Puncak Kaldera Kendil Suroloyo, Puncak Widosari, Goa Kiskendo, Ex Tambang Mangan Kliripan dan Batubara Formasi Nanggulan. Upaya menjaga warisan geologi ataupun melestarikan objek/kawasan tersebut tidak kemudian hanya diperuntukan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh diapa-apakan, namun dilestarikan dan dapat dimanfaatkan menjadi sarana pendidikan dan penelitian, sebagai rekaman sejarah betapa bumi Jogja begitu istimewa dengan proses yang menyertainya, dan dikembangkan aktivitas di sekitarnya guna kesejahteraan masyarakat dengan tidak merusak situs itu sendiri. Membangun warisan geologi atau Geoheritage di DIY bukan kerja satu pihak saja, namun berbagai pihak yang telah bersinergi guna optimalisasi pemanfaatan keberadaan Geoheritage itu sendiri. Dari 15 (lima belas) Geoheritage yang ada dalam komponen Rintisan (Aspiring) Geopark Jogja, ada Situs Warisan Geologi Tebing Breksi Piroklastik Purba Sambirejo, yang lebih dikenal sebagai Tebing Breksi yang dapat dikatakan telah berhasil melalui proses berliku dan panjang, hingga jadi seperti saat ini. Sampai tahun 2015 Tebing Breksi merupakan lokasi galian, produk galiannya ada yang digunakan sebagai bahan bangunan maupun produk seni tertentu. Paska memperoleh penetapan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) di tahun 2014, Pemerintah Daerah DIY berusaha menyusun regulasi guna percepatan penanganan 9 (sembilan) lokasi Geoheritage yang sudah ditetapkan termasuk diantaranya adalah Tebing Breksi. Kegiatan sosialisasi terus dilakukan, dikarenakan pada saat itu Tebing Breksi menjadi objek yang paling kritis, kemudian percepatan penanganan dilakukan oleh lintas stakeholder, mulai dari: sosialisasi kepada pelaku penggalian, program alih profesi, penyusunan bersama masterplan, dan pembangunan sarana dan prasarana, serta pengembangan kawasan yang masih terus dikembangkan dan disempurnakan hingga hari ini.
Oleh karenanya kemanfaatan melindungi dan memafaatkan warisan bumi/warisan geologi merupakan bentuk harmonisasi alam dengan manusia, yang tentunya senada dengan program inspirasi dalam membumikan falsafah Hamemayu Hayuning Bawono di dalam membangun dan mensejahterakan masyarakat Yogyakarta. Dalam implementasinya Falsafah Hamemayu Hayuning Bawono tidak akan bisa terwujud tanpa arah laku sikap Rahayuning Bawono Kapurbo Waskitaning Manungso yang menekankan bahwa tanpa adanya upaya visi misi setiap manusia untuk mensejahterakan bumi falsafah hamemayu hayuning bawono hanya akan menjadi kata kata indah tanpa makna dan perwujudan.
Yogyakarta sudah lama dikenal sebagai kota istimewa dengan keindahan budaya dan alamnya, adalah langkah besar untuk menjadikan dirinya sebagai Taman Bumi atau Geopark. Langkah ini bukan hanya upaya untuk menjaga warisan geologi yang diberikan oleh Sang Pencipta, tetapi juga sebagai bagian dari visi "hamemayu hayuning bawono," yang mengusung cita dan asa menjadikan bumi Jogja semakin memayu, indah, dan nyaman untuk ditempati. Menyadari Pentingnya Warisan Geologi yang tak ternilai dan Inisiasi menjadikannya sebagai Geopark merupakan langkah penting untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan warisan geologi tersebut secara berkelanjutan. Warisan ini bukan hanya milik pemerintah atau lembaga, namun milik seluruh masyarakat Jogja yang tinggal, bekerja dan berdiam menghabiskan hidup dan umurnya di sana.
Rahayuning Bawono Kapurba Waskitaning Manungso, semangat kebersamaan dan tanggung jawab kolektif, menjadi kunci keberhasilan inisiasi ini. Setiap warga Jogja memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian apa yang ada dalam pilar dan kawasan Geopark. Kesadaran akan nilai-nilai lingkungan, edukasi, dan konservasi menjadi modal utama dalam mencapai tujuan ini. Langkah inisiasi ini bukan hanya untuk mendokumentasikan keistimewaan warisan geologi bumi Jogja, tetapi juga bagaimana upaya memanfaatkannya secara berkelanjutan. Geopark dapat menjadi sumber edukasi bagi masyarakat setempat dan para pelancong memberikan pemahaman mendalam tentang kekayaan alam yang dimiliki.
Pemberdayaan kesejahteraan masyarakat didorong menjadi fokus sasaran utama. Dengan memanfaatkan Geopark secara bijaksana, dapat diciptakan peluang ekonomi lokal, melalui Geo produk Geopark Jogja seperti pariwisata berkelanjutan, kerajinan tangan, dan sektor lainnya. Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan dampak positif secara langsung dari upaya menjadikan Jogja sebagai Taman Bumi. Langkah menjadikan Yogyakarta sebagai Taman Bumi atau Geopark bukan hanya langkah simbolis, tetapi juga investasi nyata dalam keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam inisiasi ini akan menghasilkan sinergi positif untuk mencapai "hamemayu hayuning bawono" dan mewujudkan impian akan Jogja yang semakin memayu, indah, dan nyaman.
…………………………………………………………………………………….. bersambung