Gunung Merapi terletak di wilayah Kabupaten Sleman yang berada tepat di ujung utara wilayah DIY. Gunung Merapi menjadi salah satu lokasi labuhan karena dianggap berperan dalam sejarah berdirinya kerajaan Mataram.
Pada tahun 1586, kondisi politis Kerajaan Pajang dan Mataram memanas. Hal ini disebabkan karena perkembangan Mataram sebagai wilayah otonom dibawah kerajaan Pajang sangat pesat sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi penguasa kerajaan Pajang yang kala itu dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya. Keresahan itu membuat Kerajaan Pajang menggulirkan rencana perang untuk melemahkan Mataram. Ketika pasukan Pajang menyerbu Mataram, pada saat bersamaan Gunung Merapi meletus. Letusan Merapi menghancurkan perkemahan pasukan Pajang di wilayah Prambanan. Perangpun berakhir, dan selamatlah Mataram dengan mundurnya pasukan Pajang.
Labuhan berasal dari kata labuh yang artinya persembahan. Labuhan dimaknai sebagai sebuah upaya manusia untuk selalu ingat kewajibannya merawat dan melindungi bumi yang telah memberikan ruang bagi segala hidup. Hal ini disimbolkan dengan dikembalikannya apa yang menjadi milik bumi melalui laut dan gunung (lambang keseimbangan dan kesucian alam).
Labuhan Merapi merupakan upacara adat yang disakralkan masyarakat Yogyakarta. Kesakralan upacara ini terletak pada pranata Keraton yang harus dilakukan secara khusus, khidmat dan tidak boleh dilakukan sembarang orang. Pranata keraton merupakan manifestasi budaya yang bermakna membuang, menjatuhkan atau menghanyutkan benda-benda yang telah ditetapkan keraton agar sultan dan rakyatnya mendapatkan keselamatan.
Upacara adat Keraton Yogyakarta ini merupakan perwujudan doa persembahan kepada Tuhan atas rahmat dan anugerah yang diberikan kepada kraton dan rakyatnya juga sebagai tanda penghormatan bagi leluhur yang menjaga Gunung Merapi yang menjadikan Bhumi Jogja istimewa dalam “Hamemayu Hayuning Bawono”.